Garuda Indonesia Era Covid-19
PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk. mengungkapkan penerbangan domestik menjadi penolong
kinerja perusahaan di tengah pandemi Covid-19, meskipun pendapatan sempat
merosot hingga 90 persen.
Dalam diskusi daring bertajuk "Panduan Protokol Baru untuk Operasi Bisnis Berkelanjutan: Industri Transportasi Publik" di Jakarta, Kamis (3/9/2020), Direktur Layanan, Pengembangan Usaha, dan Teknologi Informasi Garuda Indonesia Ade R. Susardi menuturkan masih ada berbagai pembatasan perjalanan (travel restrictions) di beberapa negara. Hal ini membuat operasional penerbangan internasional masih dihentikan sementara.
“Masih untung, kita punya pasar domestik yang cukup kuat dan besar. Walaupun di internasional banyak kendala, di domestik kita sudah mulai bangkit kembali,” paparnya seperti dilansir Antara.
Meski demikian, saat ini, perusahaan pelat merah itu masih terbang ke sejumlah rute internasional seperti Belanda, Korea Selaran, Jepang, Singapura, dan Australia. Namun, frekuensinya dipangkas.
Untuk rute Jakarta-Amsterdam misalnya, dari semula 6 kali sepekan kini hanya 1 kali sepekan. Adapun penerbangan ke Sidney, Australia dibatasi hanya untuk 50 orang, sesuai ketentuan Negeri Kangguru.
Garuda menyebut frekuensi penerbangan secara total sempat jatuh ke angka terendah pada Mei 2020. Ketika itu, perseroan hanya mengoperasikan 30 penerbangan dalam sehari dan separuhnya adalah penerbangan kargo.
Saat ini, kondisinya diklaim mulai membaik. Pada masa libur panjang akhir pekan lalu, maskapai penerbangan tersebut sempat mengoperasikan 170 penerbangan dengan jumlah 9.000 penumpang per hari.
"Sekarang rata-rata 7.000-8.000 [penumpang] per hari. Kita harapkan semua menjadi lebih baik, jumlah penumpang lebih banyak, hal itu yang bisa menyelamatkan Garuda ke depan,” ujar Ade.
Berdasarkan survei yang dilakukan Garuda, sebanyak 73 persen masyarakat menyatakan minat untuk kembali terbang saat ini hingga 6 bulan ke depan. Kemudian, 65 persen menyatakan perlu terbang sampai Desember 2020.
"Tapi yang benar-benar beli tiket hanya 12 persen. Hal ini juga yang kita lihat sebagai satu kendala, ingin, tapi enggak yakin karena situasinya ragu, takut dokumen kurang atau perlu persiapan PCR, rapid test, di mana tempat melakukannya tes cepat, PCR, apakah di tempat tujuan harus dilakukan juga, ini complicated," terang Ade.
Selain itu,
banyak masyarakat yang memilih bepergian dengan jalur darat di Pulau Jawa
karena infrastruktur tolnya sudah memadai.
Penerapan etika bisnis dan permasalahan keadilan/ketidakadilan yang muncul
Dalam
melakukan pelayanan tersebut Garuda Indonesia selalu berusaha menjunjung tinggi
prinsip etika bisnis yang dirumuskan dalam bentuk serangkaian prinsip etika dan
tata nilai perusahaan yang dijadikan acuan dalam mengelola dan melaksanakan
kegiatan bisnisnya yang berlaku untuk seluruh stakeholder, yang terdiri atas
penjabaran prinsip seperti transparansi informasi ke setiap stakeholder,
akuntabilitas mengenai jaminan fungsi, pelaksanaan serta pertanggungjawaban,
kemandirian pengelolaan dan profesionalitas serta prinsip kewajaran yang
meliputi keadilan serta kesetaraan. Selain itu PT. Garuda Indonesia juga
menanamkan nilai SINCERITY pada perusahaan yang terdiri atas nilai synergi,
integrity, customer focus dan juga agility.
Penerapan nilai dan prinsip PT. Garuda Indonesia ini tercermin dari
baiknya layanan PT. Garuda Indonesia yang telah terbukti menciptakan segudang
prestasi bagi penerbangan Indonesia sehingga kualitas penerbangan Indonesia pun
diakui oleh dunia Internasional.
Masih dalam
upaya penerapan etika bisnis dalam praktik bisnis mereka, PT. Garuda Indonesia
juga telah menciptakan peraturan mengenai sanksi dan sistem pelaporan yang
terarah dan jelas salah satunya melalui sebuah sistem berbasis web yang disebut
dengan istilah Whistle Blowing System atau WBS. Dalam WBS ini para saksi dapat
melapor jika ada pelanggaran yang terjadi terkait penyimpangan etika bisnis dan
etika kerja perusahaan melalui email garuda.wbs@rsm.id dan web
www.ga-whistleblower.com seta media lainnya. Para pelapor akan mendapatkan
perlindungan hukum serta kasusnya akan segera diselidiki jika memiliki bukti
konkret yang jelas. Selain itu, mereka juga menerapkan program Corporate Social
Responsibility (CSR) mereka yang dinamakan Garuda Indonesia Peduli. PT. Garuda
Indonesia menjalankan program-program yang dirancang untuk mendukung
perkembangan masyarakat dan pembangunan berwawasan lingkungan yang
berkelanjutan. PT. Garuda Indonesia juga bersinergi dengan pemerintah dan
stakeholder terkait melalui program-program mereka yang menyentuh 3 (tiga)
aspek CSR yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan secara konsisten dan
berkesinambungan.
Namun pada
faktanya penerapan etika bisnis yang telah ditetapkan oleh PT. Garuda Indonesia
diatas masih mengalami beberapa permasalahan menyangkut penerapan etika bisnis
para pekerjanya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kasus-kasus yang
menjegal PT. Garuda Indonesia dalam praktik bisnis mereka. Salah satu kasusnya
adalah kasus persekongkolan antara para pelaku usaha (meeting of minds) untuk
meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, dan kesepakatan meniadakan
produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar. Dalam kasus ini Garuda
Indonesia dinyatakan bersalah karena melanggar Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999
yang mana pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapkan harga. Selanjutnya pada tahun 2019 lalu publik juga
sempat dihebohkan oleh kasus penyelewengan jabatan oleh Ari Aksara yang dimana
selain melakukan praktik rangkap jabatan, Ari juga melakukan penyelundupan
Harley Davidson dan sepeda Brompton, kasus ini berakibat pada pencopotan
jabatan Ari Aksara oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Lalu yang terakhir, PT.
Garuda Indonesia juga mengalami kasus terkait laporan keuangan. Dalam kasus ini
komisaris maskapai menolak laporan keuangan Garuda yang menunjukkan bahwa
perusahaan memperoleh laba bersih sebesar US$809.850 pada tahun 2018, angka ini
lebih besar dibandingkan tahun 2017 lalu. Atas kasus tersebut, pihak akuntan
publik dan kantor akuntan publik auditor laporan keuangan garuda dijatuhi
sanksi oleh kemenkeu karena terbukti bersalah.
Ketiga kasus
diatas merupakan beberapa contoh kasus dimana 5 prinsip serta nilai sincerity
yang telah ditetapkan oleh PT. Garuda Indonesia telah dilanggar oleh beberapa
pihak internal perusahaan, yang dimana itu merupakan sebuah bentuk penyimpangan
dari etika bisnis yang ditetapkan perusahaan sebagai pelaksanaan prinsip Good
Corporate Governance (GCG).
Dengan
banyaknya kasus yang menimpa Garuda Indonesia ini tentunya sangat tidak baik
untuk iklim bisnis Garuda Indonesia kedepannya, harga saham akan berpengaruh
dan juga citra baik yang sudah mereka bangun bertahun-tahun lamanya akan
menjadi sia-sia. Untuk itu perlu diterapkan perbaikan internal manajemen Garuda
Indonesia khususnya terkait pengimplementasian etika bisnis dalam praktik
bisnis mereka.
https://ekonomi.bisnis.com/
Garuda Indonesia dan Permasalahan Etika Bisnis
https://kumparan.com/
Komentar
Posting Komentar
youtube.com