Kasus-Kasus Pelanggaran Etika Bisnis pada Tahun 2021

Hary Adi Laksono

01218156

 

Kasus-Kasus Pelanggaran Etika Bisnis pada Tahun 2021

 1.        Kasus Eiger vs Youtuber

Pelaku yang melanggar   : PT. Eigerindo Multi Produk Industri

Pihak yang dirugikan      : Youtuber Dian Widiyanarko

Jenis pelanggaran            : Pelanggaran pada norma kebebasan konsumen

Kronologi kasus:

Surat keberatan yang dilayangkan oleh PT. Eigerindo Multi Produk Industri ini bermula dari video yang diunggah oleh Dian Widiyanarko di channel YouTube pribadinya Duniadian pada 31 Agustus 2020. Dalam video tersebut, Dian membuat ulasan mengenai kacamata Eiger yang ia gunakan untuk beraktivitas sehari-hari. Empat bulan kemudian, atau pada tanggal 23 Desember 2020, Dian menerima surat dari pihak Eiger di e-mail pribadinya yang berisikan tentang keberatan mereka terhadap video tersebut. Pihak Eiger merasa kualitas video yang dibuat Dian kurang baik dan mengakibatkan produk yang diulas terlihat kurang jelas. Tidak hanya itu, Eiger juga mengkritik setting lokasi yang kurang baik dalam video Dian. Bahkan Eiger sampai meminta Dian untuk menghapus video yang telah ditonton hingga 259 ribu kali dari YouTube Dian. Ternyata, setelah Dian mengunggah surat ini, banyak kreator konten lainnya yang akhirnya buka suara. Mereka mengaku juga menerima surat serupa dari pihak Eiger. Geram dengan surat keberatan Eiger yang ditujukan kepada Dian, warganet beramai-ramai memojokan Eiger dengan cuitan negatif.

Dasar Hukum :

Sebagaimana diatur pada pasal 4 UU Perlindungan Konsumen no 8 tahun 1999, konsumen atau pembeli properti memiliki hak antara lain kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi produk maupun jasa serta memilihnya sesuai dengan nilai tukar dan kondisi sesuai perjanjian.

 

Opini tentang bagaimana yang seharusnya:

Di era teknologi dan media sosial seperti saat ini, ruang kreator dalam berkreasi memiliki karakter influencer yang tinggi. Apa yang dilakukan oleh Youtuber Dian tersebut murni bersifat review, tanpa ada perlakuan buruk terhadap Eiger itu sendiri. Jelas pada sisi etika bisnis, Eiger melanggar etika bisnisnya. Seharusnya Eiger mampu menyerap sebagai umpan balik penilaian produknya dari influencer-influencer yang mengangkat produknya, entah itu positif maupun negative. Dan telah benar juga Eiger menyampaikan permohonan maafnya kepada seluruh masyarakat dan konsumennya, karena jika hal ini tidak dilakukan, maka akan berpengaruh pada citra bisnis dan konsumen produk Eiger.

 

2.        Kasus PT. Asuransi Jiwasraya

Pelaku yang melanggar   : PT. Asuransi Jiwasraya

Pihak yang dirugikan      : Nasabah Asuransi Jiwasraya

Jenis pelanggaran            : Gagal membayar polis Asuransi Jiwasraya

Kronologi Kasus :

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2014-2019, Rini Soemarno membuat laporan ke Kejaksaan Agung pada 17 Oktober 2019 lalu, terkait dugaan fraud dan korupsi. Potensi kerugian yang dialami negara dari kasus ini mencapai Rp. 17 Triliun. Jumlah tersebut berasal dari penyidikan atas berkas selama 10 tahun, dari 2008 hingga 2018

Dasar Hukum :

1.        Dakwaan primer meliputi Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

2.        Dakwaan subsider meliputi Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Opini tentang bagaimana yang seharusnya:

Tentu Pemerintah tidak boleh lengah akan pengawasan kasus Korupsi apapun di negeri ini. Audit yang berkala dilakukan oleh OJK pun hendaknya lebih diperketat. Pasalnya OJK melakukan reformasi industrialisasi asuransi, restrukturisasi keuangan perseroan, OJK membentuk lembaga penjamin polis, pemerintah membentuk holding BUMN asuransi dan DPR membentuk pansus untuk menyelamatkan Jiwasraya.

 

3.        Kasus Suap Toyota

Pelaku yang melanggar   : Pejabat Publik Toyota

Pihak yang dirugikan      : Toyota Motor Corporation (Toyota)

Jenis pelanggaran            : Pelanggaran kasus suap

Kronologi kasus :

Pabrikan Jepang Toyota Motor Corporation (Toyota) menyatakan secara resmi bahwa pihaknya telah melaporkan dugaan suap atau pelanggaran Undang-undang Anti Suap yang melibatkan anak perusahaannya di Thailand. Pihak TMC mempunyai dugaan masalah penyuapan kepada pejabat publik setempat. Hal ini dilaporkan ke Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) dan Departemen Kehakiman (DoJ) Amerika Serikat. Juru Bicara Toyota, Shiori Hashimoto, memberikan keterangan resmi melalui surat elektronik, bahwa Toyota bekerja tanpa lelah untuk menegakkan standar profesional dan etika tertinggi di setiap negara tempat Toyota beroperasi. Mengacu pada UU Anti Suap baik pada SEC atau DoJ dapat menjatuhkan hukuman pidana maupun perdata bagi perusahaan-perusahaan yang terkait dengan Amerika Serikat. Misalnya, saham perusahaan itu dicatatkan di bursa saham di Negeri Paman Sam.

Dasar Hukum :

Undang-Undang Praktik Korupsi Asing. Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) merupakan sebuah undang-undang yang dibentuk oleh senat Amerika Serikat sekitar tahun 1977. Undang-undang ini merupakan peraturan federal yang mengatur dua hal, yakni mengenai aspek transparansi akunting untuk perusahaan Amerika, serta perkara penyuapan dan bentuk korupsi lainnya untuk investasi di luar Amerika Serikat oleh perusahaan Amerika Serikat. Dengan kata lain, UU ini melarang perusahaan Amerika Serikat untuk melakukan penyuapan terhadap pegawai pemerintah tujuan investasi.

Opini tentang bagaimana yang seharusnya:

Suap adalah tindakan berupa menawarkan, memberi dan menerima atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Dari pengertian suap pada etika bisnis tersebut, sudah jelas, apabila dalam seorang pebisnis, pelanggan, kreditur, pemegang usaha, ataupun masyarakat melakukan suap, dengan tidak berkata jujur, maka ia dikatakan tidak etis, sebab bisa merugikan orang-orang dalam dunia bisnis. Karena etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban.

 

4.        Kasus Iklan Softener So Klin langgar Pariwara Indonesia dan Norma Kesopanan

Pelaku yang melanggar   : PT. Wings (Produk So Klin)

Pihak yang dirugikan      : Anak dibawah umur

Jenis pelanggaran            : Pelanggaran Pariwara Indonesia dan Norma Kesopanan

Kronologi kasus :

Iklan TV Softener So Klin untuk varian Twlight Sensation dinilai tidak memperhatikan peraturan siaran iklan, pembatasan muatan seksual, ketentuan perlindungan anak dan remaja, serta normal kesopanan. Iklan tersebut terlihat berulang kali menyorot bagian paha dan dada model wanita di dalamnya. Pelanggaran yang di lakukan oleh Softener So Klin ini adalah berulang kali menyorot bagian paha dan dada model wanita di dalamnya. Wakil ketua KPI sudah memberikan teguran dan memberikan kesempatan perusahaan pemilik iklan tersebut untuk melakukan editing dengan tidak menyorot bagian tubuh wanita yang dirasa terlalu vulgar.

Dasar Hukum :

Undang-undang No. 32 tahun 2002 Pasal 36 ayat 5 : Isi siaran dilarang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang.

Opini tentang bagaimana yang seharusnya:

Pemerintah melaui sebuah lembaga yang mengawasi penayangan iklan berusaha untuk memperkecil adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh biro iklan dalam visualisasi iklan. Dibentuknya Dewan Periklanan Indonesia merupakan usaha konkrit pemerintah melindungi konsumen dari bahaya yang dapat ditimbulkan iklan. Untuk mengurangi kemungkinan pelanggaran-pelanggaran etika dalam beriklan serta mengurangi resiko penipuan publik dalam iklan maka Dewan Periklanan Indonesia (DPI) membuat tata krama dan tata cara dalam beriklan yang disebut dengan Etika Pariwara Indonesia (EPI).

 

5.        Beredarnya Foto Selfie dan KTP di Medsos yang berasal dari Pinjol (Pinjaman Online)

Pelaku yang melanggar   : Platform Pinjaman Online

Pihak yang dirugikan      : Korban Pinjaman Online

Jenis pelanggaran            : Kebocoran data pribadi

Kronologi Kasus :

Pakar keamanan siber di Vaksincom Alfons Tanujaya akhir-akhir ini mengungkap tentang kasus kebocoran data pribadi berupa Foto Selfie menggunakan KTP yang disindikati berasal dari platform pinjaman online. Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC Pratama Persadha mengatakan KTP dan Kartu Keluarga (KK) yang bocor bisa membahayakan.

Dasar Hukum :

RUU PDP memuat 72 pasal dan 15 bab. Beleid itu mengatur tentang definisi data pribadi, jenis, hak kepemilikan, pemrosesan, pengecualian, pengendali dan prosesor, pengiriman, lembaga berwenang yang mengatur data pribadi, serta penyelesaian sengketa.

Opini tentang bagaimana yang seharusnya:

Harusnya masyarakat lebih teliti ketika akan memilih platform pinjaman online. Persyaratan-persyaratan yang tercantum didalamnya hendaknya menjadi pegangan apabila akan memilih pinjaman online. Apapun data pribadi, sifatnya rahasia, jadi harus memiliki enkripsi dan perlindungan data/dokumen pribadi secara ketat, sehingga hacker tidak mampu membobol dan mencuri data pribadi masyarakat untuk disalahgunakan.


Komentar