Kasus Dugaan Dumping Terhadap Ekspor Produk Kertas Indonesia ke Korea merupakan salah satu contoh permasalahan Ekonomi Internasional yang ada di Indonesia. Sebelum saya ulas kasus ini, berikut saya lampirkan link terkait:
Kasus Dugaan Dumping Terhadap Ekspor Produk Kertas Indonesia ke Korea
Persengketaan bea masuk anti-dumping pada kertas impor Indonesia
Kasus Dugaan Dumping Terhadap Ekspor Produk Kertas Indonesia ke Korea
Kasus ini bermula ketika industri kertas Korea Selatan mengajukan petisi anti-dumping terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commission (KTC) pada 30 September 2002. Dan pada 9 Mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dengan besaran untuk PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC menurunkan BMAD terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan sebesar 8,22% dan untuk April Pine dan lainnya 2,80%.
Dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian. Ekspor Woodfree Copy Paper Indonesia ke Korsel yang pada tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun menjadi 67 juta dolar pada tahun 2003. Dan Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal mencapai kesepakatan.
Ulasan Kasus:
Salah satu kasus yang terjadi antar anggota WTO kasus antara
Korea dan Indonesia, dimana Korea menuduh Indonesia melakukan dumping woodfree
copy paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar.
Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah Korsel mengenakan bea masuk anti
dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22 persen terhitung 7 November 2003.
dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian.
Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang tahun 2002 mencapai 102
juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta dolar.
Karenanya, Indonesia harus melakukan yang terbaik untuk
menghadapi kasus dumping ini, kasus ini bermual ketika industri kertas Korea
mengajukan petisi anti dumping terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia antara
lain yang tergolong dalam uncoated paper and paperboard used for writing dan
printing or other grafic purpose produk kertas Indonesia kepada Korean Trade
Commision (KTC) pada tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei 2003, KTC mengenai
Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik kertas
Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%,
April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC
menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan
ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat
diturunkan sebesar 8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan Indonesia
mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan
konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal
mencapai kesepakatan. Indonesia meminta Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB)
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel dan setelah melalui
proses-proses pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan dan menyetujui gugatan
Indonesia terhadap pelanggaran terhadap penentuan agreement on antidumping WTO
dalam mengenakan tindakan antidumping terhadap produk kertas Indonesia. Panel
DSB menilai Korea telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya
praktek dumping produk kertas dari Indonesia dan bahwa Korea telah melakukan
kesalahan dalam menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami kerugian
akibat praktek dumping dari produk kertas Indonesia.
Hary Adi Laksono
Prodi Manajemen
NIM : 01218156
Komentar
Posting Komentar
youtube.com